450 Juta Lebih Uang Retribusi Sampah Tak Masuk ke Kas Daerah, Kabid dan Kepala UPTD : Itu Uang Tips

Foto Istimewa Dok / Gedung kantor DLHK Kabupaten Karawang / Kutipan-News.co.id
Karawang, Kutipan-news.co.id – Kasus dugaan kebocoran dana retribusi pelayanan persampahan/kebersihan di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Karawang atas temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesai tahun 2019 hingga kini belum terpecahkan, dan seolah jadi bancakan.
Pasalnya, berdasarkan data yang di himpun redaksi kutipan-news.co.id, yang paling memilukan adanya temuan anggaran ratusan juta rupiah tentang uang retribusi sampah tidak di setorkan ke Kas Daerah, lalu kemanakah uang ratusan juta tersebut?
Dengan adanya kejadian tersebut, diduga jelas DLHK telah melanggar Peraturan Bupati Nomor 15 tahun 2018 tentang kedudukan susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi serta tata cara kerja UPTD DLHK, bahwa UPTD adalah unsur pelaksana terknis Dinas di bidang penanganan pengaduan lingkungan hidup dan pelayanan kebersihan, dan UPTD di pimpin oleh kepala UPTD yang berkedudukan di bawah pertangungjawaban kepada Kepala Dinas.
Berdasarkan bukti-bukti yang ada, terdapat penggunaan langsung dari hasil setoran retribusi oleh petugas pemungut retribusi dan tidak dilaporkan kepada Dinas dan UPTD sebesar Rp. 450.005.000,00. (Empat Ratus Lima Puluh Juta Lima Ribu Rupiah).
Berdasarkan penelusuran pihak auditor, mereka telah melakukan konfirmasi secara uji petik kepada 79 pelanggan, dan yang menyampaikan konfirmasi sebanyak 33 pelanggan.
Hasil konfirmasi dari 33 pelanggan menunjukan bahwa terdapat setoran retribusi yang tidak di laporkan oleh petugas pemungut retribusi pada 3 UPTD, dengan rinciang UPTD 1 yang tidak dilaporkan Rp. 290.755.000,00. UPTD II sebesar Rp. 34.000.000,00. dan UPTD IV sebesar Rp. 125.250.000,00, jadi total dana retribusi yang tidak di setorkan oleh petugas sebesar Rp. 450.005.000,00.
Guruh Sapta, Kepala Bidang Kebersihan, Pengelolaan Sampah dan Limbah DLHK Karawang mengakui dengan adanya temuan pada tahun 2019 lalu dan terjadi pada waktu itu. Kini dirinya mengaku sedang berangsur memperbaiki atas hal permasalahan tersebut.
“Mungkin kan otak (pemikiran-red) kita dulu tidak sampai ke arah sana, seperti orang-orang terdahulu kita, dan terlepas itu, siapapun orangnya,” ujar Guruh didampingi Lucky Mantera Kepala UPTD I Kebersihan DLHK saat ditemui redaksi Kutipan-news.co.id di ruang kerjanya, Jumat (16/4/2021).
Dengan beberapa temuan berdasarkan data yang disampaikan oleh awak media, Guruh pun tidak menampik hal tersebut, dan semua temuan tersebut ia pun membenarkan. Tentang tidak adanya cap atau stempel resmi dari UPTD untuk penagihan retribusi waktu itu, kemudian ada dua penagihan retribusi yang bukan orangnya (petugas) memang bener itu terjadi, Siapapun itu.
“Walaupun memang saya menjabat dipenghujung tahun 2019, hal temuan itu memang saya akui ada, dan jika pengen lengkap silahkan saja hubungi Kabid lama, disini saya coba bantu jawab saja ya,” ulas Guruh.
Ketika ditanya dengan kelebihan anggaran, namun kebocoran anggran yang tidak di setorkan oleh oknum petugas DLHK bagian persampahan sebesar Rp. 450 juta lebih ke kas daerah, pertanggung jawaban anggaran tersebut seperti apa? Apakah anggaran tersebut bisa di masukan ke kas daerah, atau seperti apa?
Guruh menjawab kejadian di lapangan seorang kepala UPTD itu tidak bisa melakukan pengawasan ke setiap orang, apalagi menurutnya anggota dari UPTD itu ada sekitar 270 orang, dari Sopir, Pemuat, Penyapu, Mandor dan para petugas lainnya.
“Jadi 1 orang kepala UPTD dibantu oleh kasubag TU itu tidak mungkin mengawasi secara langsung setiap hari, setiap waktu, setiap jam atau detik untuk masuk ke orang-orang tersebut, termasuk petugas pemungut retribusi itu, dan itu tidak akan bisa. Jadi dalam petugas auditor itu kita hanya diarahkan untuk melakukan perbaikan sistem saja, agar kejadian tersebut tidak terulang kembali dan hingga kini belum melacak anggaran itu di mana,” beber Guruh.
Namun, Lucky Mantera Kepala UPTD I Kebersihan DLHK menampik jika adanya kabar temuan dua anggaran atau di sebut pembayaran retribusi dua kali yang mengakibatkan adanya kelebihan anggaran namun tidak masuk ke kas daerah, dirinya menyebut para pelanggan atau objek pembayaran retribusi sampah tersebut terkadang memberikan uang jasa ke petugas karena telah membatu memberisahkan tempatnya.
“Berdasarkan penelusuran saya ke objek, mereka memberikan uang kebijakan atau uang tips kepetugas membersihkan sampah dan itu besaranya berpariatif, ada yang ngasih 10 ribu, 20 ribu hingga 100 ribu, itu mungkin dianggap salah satu potensi ke PAD, cuman di lapangan mereka biasa menggap uang ucapan terima kasih, jadi ketika petugas yang ditunjuk untuk meminta pembayaran retribusi itu datang si pelanggan/objek harus bayar kembali, mungkin seperti itu penjelasannya,” pungkas Lucky.
Setelah ada hasil pemeriksaan auditor, kembali Guruh mengaku berbenah melakukan perbaikan, untuk tahun 2020 jika tidak salah sekitar bulan Juli, si pelanggan sudah bisa melakukan pembayaran sampah langsung transfer ke rekening kas daerah, Jadi pihak dinas hanya meminitoring pembuktian hasil transfer dari pihak bank yang di bayarkan pelanggan saja. Kemudian merekap data pembayaran tersebut berdasarkan sistem Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD).
“Jadi objek atau nama pelanggan tersebut ketetapan pembayarannya sudah di atur dalam SKRD, dan ketentuan tarif pelanggan pembayarannya bisa di lihat dari Perbup nomor 34 Tahun 2018,” pungkas Guruh.(red).