Kejari Bandung Layangkan Banding Untuk Suhendar, Warga Yang Tempati Tanah Milik Negara

Bandung, Kutipan-news.co.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandung, mengajukan banding atas putusan majelis hakim terhadap Suhendar, terdakwa penguasaan aset milik negera di Bandung.
Kasipenkum Kejati Jabar, Dodi Gazali Emil mengatakan, perkara ini sudah diputus pengadilan pada 16 Desember 2021, terdakwa pun divonis tiga bulan penjara oleh majelis hakim karena dianggap melanggar dengan memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dilakukan oleh orang lain dengan melawan hukum sesuai Pasal 167 ayat (1) KUHP oleh PN Bandung.
Banding diajukan oleh jaksa ke Pengadilan Tinggi (PT) Bandung, seusai terdakwa mengajukan banding atas vonis 3 bulan penjara.
“Atas banding yang diajukan oleh terdakwa Suhendar, jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung juga menyatakan banding,” ujar Dodi dalam keterangannya, Rabu (5/1/2022).
Menurut Dodi, kasus ini bermula dari gugatan yang diajukan PT KAI atas lahan di Jalan Ir H Juanda (Dago).
Lahan seluas 4.715 meter persegi itu awalnya tertulis atas nama Archibald Guido De Ceuninck Van Capelle yang dibalik nama kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan akta jual beli nomor 34 tahun 1951 tanggal 13 November 1951.
Pada 15 November 2016 sampai November 2018, tanah tersebut disewakan PT KAI ke Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Keluarga Berencana Provinsi Jawa Barat.
“Namun setelah sewa tersebut berakhir, pada tanggal 17 November 2018 tiba-tiba tanah dan bangunan tersebut telah dikuasai dan ditempati oleh terdakwa bersama keluarganya tanpa seizin dan sepengetahuan dari PT Kereta Api Indonesia (Persero) selaku pemilik dari tanah dan bangunan tersebut,” katanya.
PT KAI, kata dia, sudah melakukan langkah-langkah dengan mendatangi lokasi dan meminta terdakwa meninggalkan tempat tersebut.
“PT KAI sudah mengirimkan surat peringatan atau somasi kepada terdakwa untuk mengosongkan lahan. Hingga somasi ketiga, surat peringatan tersebut tak direspons oleh terdakwa,” ucapnya.
Terdakwa bersikukuh tidak mau meninggalkan tempat tersebut, dengan alasan memiliki hak atas lahan lantaran orang tuanya mendapatkan pelimpahan surat surat tanah tersebut pada tahun 1970 berdasarkan Surat Verponding Nomor 1473, Mectbrief atau Surat Ukur nomor 460, tanggal 29 September 1937.
Kasus ini kemudian dibawa ke Persidangan dan terdakwa divonis hukuman tiga bulan penjara. Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut Suhendar lima bulan.
“Terdakwa berada di situ dengan melawan hukum dan atas permintaan yang berhak tidak pergi dengan segera. Bukti-buktinya sudah akurat ada saksi juga dari BPN. Bahkan kita sudah melakukan pengecekan langsung ke lapangan,” katanya. (red)