Restorative justice Untuk Pelaku Curanmor Bali Yang Nekat Mencuri Untuk Pulang Kampung

Jakarta, Kutipan–news.co.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) menghentikan penuntutan kasus pencurian motor tersangka Agustinus Rehi Mone di Karangasem, Bali berdasarkan restorative justice. Kasus tersebut dihentikan penuntutannya karena telah ada perdamaian antara korban dan tersangka.
“Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 3 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif,” kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/4/2022).
Penghentian penuntutan itu dilakukan ekspose secara virtual antara Jampidum Fadil Zumhana dengan jajarannya. Salah satu permohonan perkara yang dihentikan berdasarkan keadilan restoratif adalah berkas perkara atas nama Tersangka Agustinus Rehi Mone dari Kejaksaan Negeri Karangasem yang disangka melanggar Pasal 362 tentang pencurian.
Kasus itu bermula pada Kamis 3 Februari 2022 sekitar jam 17.00 WITA, tersangka Agustinus alias Agus sedang berada di Jalan Bhayangkara Banjar Dinas Tumbu Kelod Desa Tumbu Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem. Agus melihat 1 unit sepeda motor Honda Supra bewarna hitam milik korban I Made Sutrama. Motor tersebut terparkir dan kuncinya masih tergantung di motornya.
Kemudian tersangka Agus langsung mengambil, menghidupkan dan membawa kabur sepeda motor tersebut dengan kecepatan tinggi karena takut ketahuan perbuatannya. Dalam perjalannya, tersangka menabrak tiang rambu jalan yang berada di pinggir jalan sehingga mengakibatkan dia terjatuh.
Tersangka Agus lalu mencoba mengangkat sepeda motor yang terjatuh itu. Lalu setelah berhasil membuat sepeda motor tersebut dalam keadaan berdiri, namun karena tersangka merasa ketakutan perbuatannya ketahuan oleh warga sekitar, tersangka meninggalkan sepeda motor tersebut dengan berjalan kaki menuju ke arah Denpasar.
Setibanya di daerah Shanghyang Ambu, tersangka Agus menumpang mobil pick up yang kebetulan lewat, dan saat dalam perjalanan sopir mobil pick up merasa curiga dengan kondisi tersangka luka-luka dan kesakitan, sehingga setibanya di daerah Pos Polisi Candi Dasa, pengemudi mobil pick up tersebut berhenti dan membawa Tersangka ke dalam Pos Polisi tersebut.
Adapun tersangka Agus mencuri sepeda motor korban itu untuk dijual agar uang hasil penjualannya dapat digunakan tersangka untuk biaya pulang ke kampung halamannya di Sumba Nusa Tenggara Timur. Hal itu karena tempat kerja Agus sudah tidak membayar upah kerja tersangka karena proses pembangunannya berhenti akibat adanya pandemi Covid-19.
Selain kasus pencurian motor tersangka Agus yang dihentikan penuntutannya, Kejagung juga menghentikan 2 perkara lainnya berdasarkan restorative justice. Dua perkara yang dihentikan penuntutannya adalah:
1. Tersangka I Oktavio Stevanus Mukuan dan Tersangka Arfando Kurumbatu dari Kejaksaan Negeri Minahasa yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pengancaman.
2. Tersangka Jacky David Jemly Rondonuwu dari Kejaksaan Negeri Minahasa yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana; ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun; telah dilaksanakan perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf kepada korban atas perbuatan yang dilakukan, dan berjanji tidak akan mengulanginya kembali, serta korban telah memaafkan perbuatan Tersangka. Selain itu sepeda motor kembali kepada korban namun mengalami kerusakan akibat menabrak tiang listrik.
Jampidum Fadil Zumhana menyampaikan bahwa penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice) merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan masyarakat/pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
“Dalam penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, perdamaian merupakan syarat mutlak yang tidak bisa diabaikan oleh Jaksa. Tanpa adanya perdamaian yang dilakukan dengan melibatkan keluarga pelaku dan korban serta masyarakat sekitar, maka penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tidak dapat dilakukan,” ungkap Fadil.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
(red)