Partai Ummat: e-Voting Berbasis Blockchain Tak Hanya Hemat 90T tapi juga Kurangi Pelanggaran

0
WhatsApp Image 2022-06-03 at 14.49.08

Jakarta, kutipan-news.co.id- Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi yang sekaligus memimpin tim kajian e-Voting mengatakan dari 110 triliun rupiah anggaran Pemilu 2024, sejumlah 76,6 triliun rupiah dialokasikan untuk KPU.Sebesar 54,9% atau 42,08 triliun rupiah di antaranya akan digunakan untuk membayar honor badan ad hoc.

Tim kajian Partai Ummat mengenai e-Voting berbasis blockchain menemukan bahwa teknologi baru ini tidak hanya menghemat keuangan negara sampai 90 triliun rupiah, tetapi juga mampu mengurangi kecurangan dan pelanggaran serta menghindari jatuhnya korban petugas pemilu seperti terjadi pada pemilu sebelumnya.

Ridho melanjutkan pada Pemilu 2019, badan ad hoc terdiri dari 7.201 PPK, 83.404 PPS, 809.500 KPPS, 130 Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), dan 783 Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN). Setiap PPK dan PPS beranggotakan tiga orang, setiap KPPS beranggotakan tujuh orang, dan masing-masing PPLN dan KPPSLN beranggotakan tiga hingga tujuh orang.

“Jika kita simulasikan, maka paling sedikit ada 5.941.054 orang dan paling banyak ada 5.944.706 orang yang masuk di badan ad hoc KPU. Tak heran jika setengah lebih anggaran KPU
dipergunakan untuk honor badan tersebut. Jumlah ini belum termasuk jumlah pegawai KPU yang lebih dari 14 ribu orang,“ kata Ridho dalam konferensi pers di DPP Partai Umat, Jakarta, Kamis (02/06/2022).

Tim menemukan bahwa 21,97% anggaran KPU 2024 atau sebesar 16,84 triliun rupiah akan digunakan untuk kebutuhan surat suara, formulir, tinta, sampul, kelengkapan TPS, dan lain-lainnya. Pemilu 2019 membutuhkan 4 juta lebih kotak suara, 75 juta lebih keping segel, 51 juta lebih lembar sampul, 990 juta lebih lembar surat suara, 1,6 juta lebih alat bantu tunanetra, 2,1 juta lebih bilik suara, 1,6 juta lebih botol tinta, 62,2 juta lebih keping hologram, 561 juta lebih lembar formulir, dan 3,9 juta lebih lembar daftar pasangan calon dan daftar calon tetap.

Selanjutnya, kata Ridho, 1,02% atau sebesar 781,89 miliar rupiah untuk pemutakhiran data pemilih, 1,68% atau sebesar 1,29 triliun rupiah untuk pencalonan, dan 1,6% atau sebesar 1,23 triliun rupiah untuk sosialisasi. Yang terakhir, 18,83% atau sebesar 14,43 triliun rupiah akan digunakan untuk kebutuhan pendukung seperti pembangunan atau renovasi kantor, gedung arsip, pengadaan kendaraan, gaji pegawai KPU, belanja operasional kantor, dukungan IT, dan seleksi komisioner.

“Alokasi anggaran untuk Bawaslu adalah 33 triliun rupiah. Secara umum, dapat kita perkirakan, penggunaan anggaran oleh Bawaslu akan lebih banyak untuk kegiatan pengawasan, yang berarti tidak jauh dari kebutuhan sumber daya manusia, kegiatan, dan infrastruktur pendukung,“ kata Ridho.

Ridho melanjutkan paling tidak ada sekitar 834.080 pegawai Bawaslu, termasuk yang tetap dan yang ad hoc. Dari Pemilu 2019, dari total anggaran Bawaslu yang berjumlah 8 triliun rupiah, 964 miliar lebih di antaranya digunakan untuk belanja pegawai, seperti gaji. Kemudian 7,6 triliun rupiah lebih digunakan untuk belanja barang, seperti biaya perjalanan, dan 141 miliar lebih untuk belanja modal seperti renovasi bangunan.

Sebagai perbandingan, anggaran penyelenggaraan Pemilu 2004, 2009, 2014 dan 2019 berturut-turut adalah, 4,4 triliun, 8,5 triliun, 15,6 triliun, dan 25,6 triliun. Dengan demikian, kata Ridho,
anggaran Pemilu 2024 adalah 19 kali lipat lebih besar daripada biaya Pemilu 2004, dan tiga kali lipat daripada Pemilu 2019.

Kecurangan dan Korban Jiwa dalam Pemilu

Pada hari pemilu orang-orang diminta untuk hadir ke TPS untuk memberikan suaranya dengan cara Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang ada di setiap TPS kemudian menghitung suara dan mengirimkan rekapitulasi suara beserta kotak-kotak berisi surat suara ke Panitia Pemungutan Suara (PPS) di kantor desa, untuk transit sambil menunggu semua kotak suara.

Ridho Rahmadi mengatakan luasnya wilayah RI yang terdiri dari lebih dari 17 ribu pulau dan 190 juta lebih pemilih memungkinkan timbulnya banyak pelanggaran serta kecurangan pemilu,
kebutuhan sumber daya yang banyak, dan biaya yang sangat tinggi.Terang Ridho Rahmadi.(Bamsur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!