Unik! Peninggalan Sejarah Toleransi Islam-Hindu Di Garut Tetapkan Hanya Boleh Diisi 7 Bangunan

0
IMG-20220611-WA0026

Garut, Kutipan-news.co.id – Ada sebuah kampung adat yang mengajarkan toleransi di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sejarah kebersamaan agama Islam dan Hindu hidup abadi di sana.

Kampung tersebut bernama Kampung Pulo. Letaknya berada di Desa Cangkuang, Kecamatan Leles. Tepatnya, di tengah-tengah kompleks objek wisata Situ Cangkuang yang terkenal.

Disebut Kampung Pulo, karena letaknya yang berada di tengah-tengah pulo, atau danau Situ Cangkuang. Hanya ada 7 bangunan yang ada di tempat ini. Terdiri dari 6 rumah dan 1 masjid. Tak seorang pun berani menambah atau menguranginya.

Banyak orang yang berkunjung ke tempat ini, karena lokasinya berada di tengah-tengah kawasan objek wisata Situ Cangkuang. Namun, tak banyak orang yang menyadari, ada bukti indahnya toleransi yang abadi di sana.

Hal tersebut dibuktikan dengan adanya situs peninggalan agama Hindu yakni Candi Cangkuang. Uniknya, tepat di samping candi tersebut, terdapat sebuah makam yang diyakini merupakan tempat peristirahatan terakhir Arif Muhammad, salah satu panglima perang kerajaan Mataram, sekaligus tokoh penyebar agama Islam di Kabupaten Garut.

Kedua situs tersebut erat kaitannya dengan Kampung Pulo. Ketua Paguyuban Masyarakat Adat Kampung Pulo Zaki Munawar mengatakan dahulu kala, menurut cerita turun temurun, Kampung Pulo merupakan kampung masyarakat Hindu di Kabupaten Garut.

Hingga akhirnya, datang Arif Muhammad yang diutus kerajaan Mataram untuk berperang di daerah Batavia di abad ke-17. “Menurut cerita nenek moyang, karena kalah, Arif Muhammad memilih untuk tidak kembali lagi ke Mataram dan singgah di Kampung Pulo ini,” ucap Zaki.

Singkat cerita, konon kabarnya, Arif Muhammad dan para pengikutnya diterima baik di sana. Sebab, meskipun beragama Islam, mereka tak pernah mengganggu dan memiliki toleransi yang tinggi terhadap warga lokal. Hingga akhirnya beberapa di antara warga setempat memilih untuk menjadi pengikut Arif Muhammad dan beragama Islam.

“Beliau menyebarkan agama Islam tanpa kekerasan, yaitu dengan pendekatan budaya,” katanya.

7 unit bangunan yang ada di sana diketahui merupakan representasi dari anak-anak Arif Muhammad. Terdiri dari 6 perempuan yang disimbolkan dengan rumah, serta 1 anak lelaki yang ditandai dengan sebuah bangunan masjid.

Perkampungan adat Kampung Pulo ini hingga kini masih eksis. Ada sekitar 21 orang warga yang masih tinggal di sana. Satu hal lainnya yang unik, para pewaris rumah yang ada di sana adalah anak perempuan. Sebab, anak lelaki yang sudah menikah di sana, wajib merantau ke luar daerah.

“Misalnya di keluarga tidak ada anak perempuan, nanti turunnya ke anak perempuan dari keluarga saudara mereka,” kata Zaki.

Beragam mitos di sana masih lestari hingga kini dan dipercaya masyarakat setempat. Salah satunya, adalah mitos larangan menabuh gong dengan ukuran besar. Selain itu, mitos tidak diperkenankannya memelihara binatang berkaki empat macam sapi dan domba di sana juga masih dipercayai.

“Kecuali kucing. Logisnya, karena di Kampung Pulo banyak masyarakat yang berprofesi sebagai petani. Dengan kehadiran hewan berkaki empat, dikhawatirkan merusak pertanian,” ungkap Zaki.

Selain itu, ada banyak mitos lain yang hingga kini masih dipercayai oleh masyarakat di Kampung Pulo. Di antaranya adalah larangan berziarah di hari Selasa, hingga larangan untuk mengurangi atau menambah bangunan di sana.(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!