Jurnalis di Kuningan Pasang Banner “Bapa Aing Geus Teu Butuh Media, Boikot Gubernur Konten,”

Oplus_131072
Kuningan, Kutipan-news.co.id –
Celetukan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi saat di singgung “Gubernur Konten” oleh Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Rudy Mas’ud pada saat sesen rapat bersama Komisi II DPR RI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta kini jadi di sinyalir bakal berbuntut panjang.
Pasalnya akibat pemangkasan biaya kerjasama iklan dari nilai 50 Miliyar hingga 3 miliyar yang di lakukan Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi yang akrab di sapa KDM ini akhirnya membuat wartawan di Kuningan Jawa Barat geram.
Dalam video yang viral, KDM menganggap dengan konten yang di buatnya saja sudah viral terus.
Akibat kekecewaan para awak media tersebut, kunjungan kerja Gubernur Jawa Barat KDM ke Kabupaten Kuningan disambut aksi spontan dari para wartawan.
Mereka memasang spanduk berisi protes keras di depan Kantor Bupati Kuningan sebagai bentuk kekecewaan atas pernyataan sang gubernur yang dinilai meremehkan peran media massa.
Spanduk yang terbentang sekitar 30 menit itu bertuliskan, “Bapa Aing Geus Teu Butuh Media, Boikot Gubernur Konten,” yang sontak menarik perhatian publik dan pengguna jalan. Tak berselang lama, spanduk tersebut akhirnya diturunkan oleh petugas Satpol PP.
Aksi ini bermula dari pernyataan Gubernur KDM yang menyebut bahwa dirinya cukup menyampaikan informasi melalui media sosial, dan media massa bisa mengutip dari situ.
Pernyataan ini dianggap menyakitkan bagi para jurnalis yang selama ini bekerja dengan mengedepankan prinsip verifikasi dan kode etik jurnalistik.
“Pernyataan tersebut seolah menunjukkan bahwa keberadaan kami tidak lagi dianggap penting. Padahal peran pers bukan hanya menyebarkan informasi, tapi juga mengawasi dan memberi ruang klarifikasi,” kata jurnalis Elly Said yang turut dalam aksi.
Senada, jurnalis lain bernama Ali menambahkan bahwa pernyataan gubernur bisa menimbulkan preseden buruk dalam relasi antara pemerintah dan media.
“Kami bukan sekadar penyalur konten. Pers adalah salah satu pilar demokrasi. Jika media dikesampingkan, maka ruang demokrasi ikut terancam,” tegasnya.
Aksi ini bukan untuk mencari sensasi, melainkan sebagai bentuk peringatan agar pejabat publik lebih berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan, terutama yang berkaitan dengan profesi jurnalis yang hingga kini masih terus berjuang dalam keterbatasan.
Meski berlangsung singkat, aksi spanduk ini meninggalkan pesan yang kuat—bahwa media bukan pelengkap, apalagi alat. Media adalah mitra kritis yang harus dihargai dalam tatanan demokrasi yang sehat.(red)