Kejari Karawang Hentikan Penuntutan Kasus Penggelapan Melalui Keadilan RJ
Karawang,kutipan-news.co.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang kembali menerapkan keadilan Restoratif Justice (RJ) dalam penyelesaian perkara pidana.
Kali ini, pendekatan tersebut diterapkan dalam kasus penggelapan yang melibatkan tersangka AS, yang dijerat Pasal 372 KUHP dan/atau Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
AS merupakan pekerja lepas di bengkel milik korban, Novi Setiawan. Ia diketahui menggelapkan satu unit sepeda motor Yamaha Mio bernomor polisi T-4030-FD milik korban pada 27 Desember 2024, lalu menjualnya kepada seseorang bernama Faizal seharga Rp700.000.
Tersangka mengaku terpaksa melakukan perbuatannya karena kesulitan ekonomi, terutama untuk membayar utang dan biaya pengobatan ibunya yang sedang sakit.
Proses perdamaian antara korban dan tersangka digelar di Aula Kejari Karawang pada Senin (7/7/2025) pukul 15.00 WIB. Proses mediasi ini dipimpin langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Karawang, Syaifullah, S.H., M.H., didampingi Kepala Seksi Tindak Pidana Umum serta jaksa fasilitator.
Hadir pula penyidik dari Polsek Telukjambe Timur, orang tua tersangka, Ketua RT/RW, dan tokoh agama setempat.
Dalam mediasi tersebut, korban menyatakan telah memaafkan perbuatan tersangka tanpa syarat sebagai bentuk penyelesaian secara kekeluargaan.
“Kami tidak hanya fokus pada penghukuman. Keadilan restoratif memberi ruang bagi pemulihan hubungan antara pelaku dan korban. Dalam perkara ini, kedua belah pihak sepakat berdamai,” kata Syaifullah usai proses perdamaian.
Ia menegaskan bahwa keputusan ini telah melalui kajian menyeluruh sesuai ketentuan dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Keputusan ini tidak serta-merta diambil. Harus ada kesepakatan damai, tidak adanya dendam, serta dukungan dari lingkungan sekitar,” ujarnya.
Kejari Karawang selanjutnya akan mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
Syaifullah menambahkan, pendekatan humanis ini bukan berarti membiarkan pelanggaran hukum, melainkan bagian dari penegakan hukum yang bermartabat dan berorientasi pada pemulihan.
“Keadilan bukan hanya soal memenjarakan, tapi juga soal mengembalikan harmoni sosial. Kami berharap masyarakat semakin memahami pentingnya penyelesaian konflik secara damai,” pungkasnya.(red)
