Kuasa Hukum MJ Bantah Pernyataan Opini Liar, Permohonan Gelar Perkara di Polda Jabar Sudah Dilayangkan 

0
IMG-20250819-WA0006

Karawang, Kutipan-news.co.id – Menyikapi Tanggapan Ketua DPC Peradi Karawang Asep Agustian SH.MH atas dukungan laporan MJ ke Polda Jabar namun dianggap menebar opini liar kepada AAR ditepis oleh Ketua Tim Kuasa Hukum MJ.

 

Ir. Y. Ardiyono, Ketua Tim Kuasa Hukum korban mengungkapkan sangat berterima kasih atas statmen dukungan yang dilontarkan Ketua Peradi Karawang, Namun sangat disayang dalam pernyataan di media masa seolah tidak utuh.

 

Pasalnya menurut Ardi, kejadian tersebut bukan diawal tahun 2023, Tapi diakhir tahun 2023, Dan pihaknya mengaku sudah mengantongi bukti-bukti dan dokumen perbuatan curang pihak Pemkab Karawang yang bekerjasama dengan calo proyek.

 

“Statmen itu salah dan tidak tepat, justru kejadian itu terjadi diakhir 2023, bukan diawal 2023 ya. Dari dokumen yang diduga palsu dan dokumen pengganti dari oknum pejabat itu ada,” ujar Ardiyono mengatakan kepada awak media, Selasa (19/08/25).

 

Ardi berharap jika tidak tahu persolan seutuhnya jangan asal bicara berpihak tidak berdasarkan kebenaran. Pihaknya mengaku kliennya juga pernah melakukan kunjungan bertemu dengan Sekretaris Daerah, Namun bukannya mendapatkan solusi malah kliennya diduga mendapatkan hinaan.

 

“Jangan asal bicara dong, proses hukum ini sedang kami tempuh, ya jika mau melaporkan balik silahkan saja, Tapi laporan ke Polda Jabar ini baru kemarin kita lakukan, saksi – saksi pun belum dimintai keterangan, santai saja jangan panik kalau merasa tidak bersalah,”cetus Ardi.

 

Ardi menilai ada indikasi keterlibatan oknum pegawai negeri sipil (PNS) dalam praktik yang merugikan banyak pihak dengan nilai kerugian mencapai ratusan juta rupiah dan terindikasi sudah lama berlangsung sehingga kliennya tetap tidak dapat jatah pembayaran, istilahnya gali lubang tutup lubang.

 

Dalam investigasi yang dilakukannya, tim kuasa hukum menemukan adanya praktik pemalsuan SPK dan SP2D untuk mengelabui korban. Bahkan, salah satu pelaku MH mengakui bahwa SPK pertama sengaja dipalsukan MH untuk menarik korban sebelum kemudian diganti dengan dokumen asli.

 

Ironisnya, dari enam SP2D dengan nilai total Rp 830 juta juga diduga palsu. Kuasa Bendahara Umum Daerah IN, menegaskan dokumen yang beredar berbeda dari SP2D asli yang seharusnya dicetak di kertas continuous form berlapis dan real time dengan inisial anggaran kementrian dalam negeri.

 

“Nama dan tanda tangan pejabat dicatut, bahkan NIP asli digunakan tetapi nama diganti. Itu jelas pemalsuan,” tegas IN, seperti tercantum dalam laporan hukum.

 

Ardi membeberkan modus yang digunakan. Tagihan pekerjaan yang seharusnya dibayarkan kepada korban justru dialihkan ke perusahaan lain menggunakan dokumen hasil pengecekan konsultan milik korban tapi korban diberi SP2D palsu. Oknum PNS bahkan menawarkan penyelesaian kasus dengan menerbitkan SPK baru anggaran 2024, namun pembayaran tidak kunjung dilakukan juga, diduga ke perusahaan lain yang sudah lebih lama tertunggak.

 

“Pihak Pemkab Karawang hanya memberikan harapan palsu dengan selalu mengatakan yang penting tagihan pasti dibayar” ungkap Ardi

 

IN juga menjelaskan bahwa korban lain sebelum MJ juga sudah banyak dan besar-besar. IN memberi contoh “Itu pak Richard Bogor juga kena 1 miliar lebih, sama juga dengan SP2D palsu” ujar Ardi menambahkan.

 

*Diduga Ada Perlindungan Internal*

 

Kuasa hukum juga mencium adanya upaya sistematis untuk menutupi kasus ini. Mereka menduga ada kerjasama antara oknum PNS Pemkab Karawang dengan pihak ketiga yang memiliki akses khusus terhadap anggaran daerah.

 

“Penyidik Polres Karawang terkesan tidak objektif. Sudah lebih dari setahun sejak laporan dibuat, tetapi perkembangan hasil penyidikan tidak jelas. Kami menilai ada indikasi perlindungan internal,” tegas Ardi.

 

*Permohonan Gelar Perkara di Polda Jabar*

 

Atas kondisi tersebut, tim kuasa hukum resmi mengajukan permohonan gelar perkara khusus ke Direktorat Reskrimum Polda Jawa Barat. Permohonan ini tertuang dalam surat Nomor 02/SKL/FH-KSN/VIII/2025 tertanggal 14 Agustus 2025.

 

Surat itu ditembuskan ke Kapolri, Kabareskrim Mabes Polri, dan Kapolda Jawa Barat. Mereka berharap penanganan perkara ditarik dari Polres Karawang ke Polda Jabar agar penyidikan berjalan objektif dan transparan.

 

Kasus ini kini menjadi sorotan karena menyangkut kredibilitas pengelolaan keuangan daerah. Kuasa hukum korban menegaskan penegakan hukum harus dilakukan secara berimbang tanpa pandang bulu.

 

“Kasus ini bukan hanya soal kerugian korban, tetapi juga menyangkut integritas keuangan daerah dan kepercayaan masyarakat. Kami minta aparat penegak hukum serius, jangan sampai ada yang ditutup-tutupi,” pungkasnya.(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!