Sekda Reny Hendrawati Dipanggil KPK Sebagai Saksi Kasus Korupsi Wali Kota Bekasi Nonaktif

Jakarta, Kutipan-news.co.id – KPK memanggil Sekretariat Daerah (Sekda) Pemerintahan Kota (Pemkot) Bekasi Reny Hendrawati sebagai saksi. Reny akan diperiksa terkait kasus korupsi yang menjerat Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi.
“Saksi TPK (Tindak Pidana Korupsi) terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi untuk tersangka RE (Rahmat Effendi),” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (16/2/2022).
Selain itu, KPK memanggil tiga saksi lainnya dalam perkara ini, yakni pensiunan ASN Widodo Indrijanto serta staf Dinas Permukiman, Syarif dan Sau Mulya.
Diketahui, Rahmat Effendi ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan serta pengadaan barang dan jasa dari hasil operasi tangkap tangan (OTT). Dari OTT, kasus dugaan korupsi ini, KPK juga mengamankan uang total Rp 5,7 miliar.
“Perlu diketahui, jumlah uang bukti kurang-lebih Rp 5,7 miliar dan sudah kita sita Rp 3 miliar berupa uang tunai dan Rp 2 miliar dalam buku tabungan,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (6/1).
Dalam kasus ini, total KPK menjerat 9 tersangka. Berikut rinciannya:
Sebagai pemberi:
1. Ali Amril (AA) sebagai Direktur PT ME (MAM Energindo);
2. Lai Bui Min alias Anen (LBM) sebagai swasta;
3. Suryadi (SY) sebagai Direktur PT KBR (Kota Bintang Rayatri) dan PT HS (Hanaveri Sentosa); dan
4. Makhfud Saifudin (MS) sebagai Camat Rawalumbu.
Sebagai penerima:
5. Rahmat Effendi (RE) sebagai Wali Kota Bekasi;
6. M Bunyamin (MB) sebagai Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi;
7. Mulyadi alias Bayong (MY) sebagai Lurah Jatisari;
8. Wahyudin (WY) sebagai Camat Jatisampurna; dan
9. Jumhana Lutfi (JL) sebagai Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi.
Tersangka pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan tersangka penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.(red)