Jelang Akhir Tahun, Kasus Perceraian di Subang Capai 4.384 Perkara
Laporan: Rohman
Subang, kutipan-news.co.id – Menjelang akhir Tahun 2019, kasus perceraian yang terdaftar di Kantor Pengadilan Agama (PA), Jalan S. Parman Kabupaten Subang, semakin meningkat hingga mencapai 4.384 baik perkara maupun permohonan untuk bercerai. Jum’at, (06/12/2019).
Meningkatnya kasus perceraian di Kabupaten Subang, hingga mencapai 4.384 perkara itu dengan berbagai alasan rumah tangga seperti, cerai talak, masalah Ekonomi, hak asuh anak, urusan harta bersama, istri berangkat kerja ke luar Negeri, izin poligami dan pembatalan nikah.
Hal tersebut disampaikan oleh pihak PA Kabupaten Subang melalui juru bicaranya Drs.H.Cecep Parhan Mubarok saat dikonfirmasi oleh wartawan menjelaskan, kasus perceraian di Tahun 2019, ini memang cukup banyak, hingga awal bulan Desember ini sudah mencapai 4 Ribuan lebih perkara dan yang paling banyak perkara gugat cerai sebanyak 3.204 perkara.
“Tetapi bukan sebagai tugas pokok karena ada perkara lain seperti, urusan harta bersama, ekonomi sariah, hak asuh anak, izin poligami dan pembatalan nikah, gugatan ini ada yang dilakukan istri menggugat suami dan cerai talak itu kesepakatan bersama diajukan oleh keduanya dan diajukan oleh suami,” Jelasnya.
Lebih lanjut dia menambahkan, dari jumlah sekitar 4.384 perkara untuk perkara gugat cerai sebanyak 3.204 perkara, cerai talaknya sebanyak 1.165 perkara, masalah gugatan ekonomi sariah 1 perkara, gugatan hak asuh anak sebanyak 3 perkara, gugatan harta bersama 6 perkara, masalah poligami 3 perkara dan pembatalan nikah 1 perkara.
“Bahkan dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), pun ada tetapi jumlahnya hanya 15 perkara dengan alasan yang beragam, selain alasan ekonomi juga ada alasan lainnya. Dan alasan inipun sama seperti dengan profesi lainnya,”Ungkap Drs.H.Cecep Parhan Mubarok.
Sambung Drs.H.Cecep Parhan Mubarok, pasangan yang mengajukan gugatan perceraian tersebut, lebih di dominasi dari warga asal wilayah Pantura, dikarenakan istri ingin bekerja sebagai TKI ke Luar Negeri dan juga sang suami yang tidak bisa menafkahi istrinya.
“Disamping itu, selain dari masyarakat biasa dan Pegawai Negri Sipil (PNS), tidak sedikit pula dari kalangan karyawan dengan kebanyakan alasannya dari faktor suami yang menganggur atau tidak mempunyai penghasilan tetap dan ada juga kasus perkara akibat campur tangan dari pihak ketiga. Terangnya.
Sedangkan, Bila dilihat dari sisi usia kebanyakan besar di dominasi oleh kalangan usia 25-40 tahun, sebanyak 60 %, sedangkan usia 25 Tahun kebawah sebanyak 20 %, untuk usia 50-60 Tahun sebanyak 17 % dan sisanya untuk usia 60 Tahun je atas sebanyak 3 %. Pungkasnya.