Guru Konseling Bukan Profesi Sampingan, Harapan KPAI JR MK Dikabulkan

0
Jakarta, kutipan-news.co.id – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasra Putra menegaskan bahwa meski sudah ada guru dan orang tua tapi tetap saja kekerasan di sekolah terkadang tetap terjadi.
Hal tersebut tentunya menjadi kebutuhan nyata untuk bisa menghadirkan juga peran guru BK. Guru BK adalah singkatan dari bimbingan dan konseling,”ungkap dia, menyampaikan pesan releasenya kepada kutipan-news.co.id, Sabtu (8/2/2020).
Dipaparkan Jasra, Berangkat dari sana, kita bisa tahu bahwa makna bimbingan adalah pemberian bantuan kepada siswa dengan tujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki siswa sehingga siswa bisa aktualisasi diri, dengan bimbingan yang juga bersifat preventif atau pencegahan saat terjadi kekerasan disekolah.
“Fenomena paparan kekerasan sangat represif masuk ke kehidupan anak dari berbagai media. Tentunya fenomena jaman ini, ada kebutuhan sekolah untuk membaca kondisi kejiwaan setiap siswanya.
Artinya sangat tidak cukup sekolah hanya memiliki 1 guru konseling. Dengan kondisi gangguan diluar yang masif menghantui anak anak Indonesia. Bahwa kedepan guru konseling bukan profesi sampingan, apalagi dibebankan juga dengan mengajar,”papar Jasra.
Disampaikan Jasra, bahwa perlu ada upaya lebih serius dan personal dirasakan setiap anak, dalam upaya membaca dan mencegah gangguan perilaku. Kisah anak SMP N 147 Cibubur yang lompat dari lantai atas sekolahnya menjadi pelajaran dunia pendidikan kita.
“Sebenarnya sudah ada Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Namun perlu ada upaya luar biasa dengan masifnya paparan kekerasan, dengan menyiapkan psikolog.
Dalam UU Perlindungan Anak pengobatan kesehatan anak secara komprehensif, baik promosi, rehabilitasi dan pengobatan. Dengan maraknya fenomena bullying menjadi kesempatan implementasi pasal 44. Dimana pada ayat (1) dinyatakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi Anak agar setiap Anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan,”terang Jasra.
Sedangkan, menurut Jasra, pada ayat (4) dinyatakan Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan secara percuma-cuma bagi Keluarga yang tidak mampu. Berdasarkan undang-undang perlindungan anak dan undang-undang kesehatan penanganan anak tersebut harus dilakukan secara tuntas.
Dengan peran para psikolog yang memiliki metode yang baik dalam membaca kejiwaan anak dengan metode menulis, menggambar, wawancara dan pendekatan personal dalam mengambarkan kejiwaan anak anak. Dapat membantu sekolah, guru konseling dan orang tua menyelamatkan anak anak mereka dari bullying.
“Harapan yang lain, dari peristiwa tersebut. KPAI sedang berupaya melakukan JR Undang Undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dengan JR ini KPAI ingin memastikan mekanisme pengawasan dan pencegahan kasus kasus seperti ini referralnya berjalan sampai tuntas di tingkat bawah,”ungkap Jasra menjelaskan.
Jasra berharap, dengan kewajiban  membentuk Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD). Kita sudah tidak bisa menangani dengan cara cara dulu dan keterbatasan yang ada sekarang.
“Saya kira peran serta masyarakat dan lembaga cukup besar selama ini, hanya Negara perlu meningkatkan kewenangan dalam melindungi kerja kerja mereka.
Untuk itu fungsi KPAI bisa diperluas sampai tingkat bawah, dengan membentuk KPAD, agar ada yang berwenang melakukan pengawasan di daerah dalam memastikan penyelenggaraan perlindungan anak berjalan secara efektif. Kemudian memastikan jangan sampai sejengkal tanah pun di NKRI ini, luput dari pengawasan perlindungan anak,”tandasnya (Joe/red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *